Semua masih perihal waktu
Semua masih perihal waktu
Semua masih bicara tentang waktu
Aku menulis ini juga karena waktu
Kau membacanya juga karena waktu.
Semua hal masih dinaungi waktu.
Waktu bergerak menyusuri atmosfer kita, seperti udara, ia bergerak cepat memutari kita, tak terlihat tapi tak pernah berhenti berbisik, tak terlihat tak terdengar, tapi bergerak cepat sekali, lebih cepat dari kereta joglosemarkerto yang sedang kunaiki ini, lebih cepat dari maglev, lebih cepat dari putusnya hubungan pertemanan.
percintaan, lebih cepat dari semuanya, adakah yang ingin menghitung rumus kecepatan waktu di dunia; memghitung waktu yang menjadikan kita tumbuh, yang menjanjikanku banyak perubahan yang tak pernah kukira sebelumnya, perubahan adalah konsekuensi jalannya waktu.
Tidak ada yang diperlu disesali ketika perubahan itu terjadi, tapi manusia manusia macam kita tidak akan pernah cukup dalam menjalani suatu hal, tidak selalu mau menuruti hukum alam, konsekuensi hidup, konsekuensi dari pilihan yang tak pernah diberikan opsi iya atau tidak, yaitu hidup.
Layaknya waktu adalah gerbong kereta yang berlalu cepat, dan kita adalah penumpangnya, maka jika diberi sebuah pilihan untuk terus berjalan sampai tujuan atau berhenti di suatu stasiun, kita lebih memilih untuk berhenti, menuruni gerbong waktu, menjalani hidup tanpa waktu, menjalani hidup tanpa ada perubahan, tanpa ada perpisahan atau kematian, diberi waktu untuk mencoba segala hal didalam dunia tanpa ada waktu, tanpa ada batasan, itulah kita, rakus.
Sedangkan tuhan sudah memberi kita sebuah gerbong waktu yang akan mengantarkan kita ketujuan yang sama, meskipun menuju tempat keabadian yang berbeda, tuhan yang merancang kecepatan kereta itu, kapan berhenti, kapan kita diturunkan.
Inti dari hidup adalah kita berangkat dan diantar pulang, berada di perjalanan, mendapati sebuah tempat untuk bernafas sejenak, bukan untuk menetap, tapi untuk singgah, dunia ini bukan tujuan kita, kita ada dalam sebuah perjalanan, dengar, kita masih ada di sebuah perjalanan.
dunia layaknya sebuah stasiun, tempat persinggahan sejenak, dan mau tidak mau kita harus menaiki kereta itu untuk kembali sampai tiba di stasiun terakhir, stasiun keabadian, sesingkat itu perjalanan kita, ya? Sesingkat itu, teman.
Pesanku, selama kita semua masih ada disebuah perjalanan, hati hati dijalan, hati hati dengan krikil dijalanan, hati hati dengan pemandangan di sisi kiri kanan dan kiri jendela kereta kita.
hati hati di tempat dudukmu, tetap disana, tunggu dulu, sabar, banyak manusia yang tidak bersabar melihat keindahan yang dijanjikan tuhan, hingga akhirnya memilih keindahan yang ada disamping kanan kirinya, memilih keindahan yang fana itu, diberi waktu merasakan keindahan lebih dulu, lebih cepat dari kita semua yang masih merasakan duka, yang masih mengharapkan kesenangan yang diberikan dari-Nya, ia dilepas dari gerbong itu oleh tuhan. Lebih dulu bersenang senang, menyenangkan, ya.. Tapi, apa kau sadar, akan kemana ia pulang? Tahukah ia jalan pulang, kita tidak tahu, kemana akhirnya ia berlabuh, selagi kita merasa belum turun dari gerbong waktu itu, sabar, tenang, kita butuh waktu untuk sampai.
miss poem so bad
BalasHapus